Hak Asasi Manusia (HAM)
1.
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
contoh kasus :
·
republika.co.id, NGAWI — Korban percobaan pembunuhan berantai
di Kabupaten Nganjuk yang berasal dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, ternyata
ada yang berhasil diselamatkan.
·
suaramerdeka.com.
BOYOLALI – Kasus pembuangan kembali terjadi di Boyolali. Kali ini, warga
menemukan bayi yang dibuang di trotoar Jalan Cendana, Dukuh Karangduwet, Desa
Winong, Kecamatan Boyolali Kota, Rabu (29/2) pukul 07.30.
·
SRAGEN — Kardi,
36, warga Dukuh Karangtanjung, RT 006 A/RW 003, Pelemgadung, Karangmalang,
Sragen, Senin (15/10/2012) ditemukan tewas dengan luka di bagian kepala. Bahkan
muka sebelah kanan buruh bangunan itu hancur. Diduga Kardi menjadi korban
pembunuhan.
2.
Pasal 28 B
·
Setiap orang
berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah.
·
Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
contoh kasus :
·
Sidang kasus
menikah dibawah umur di Pengadilan Agama Kelas IA di Mataram, Nusa Tenggara
Barat berakhir ricuh. Baku hantam nyaris terjadi antar keluarga calon mempelai
perempuan dan keluarga calon mempelai pria.
·
JAKARTA
(voa-islam.com) — Ruhut Sitompul tersandung kasus beraroma nikah beda agama
dengan istri pertama yang dinikahi ketika beragama Islam. Gara-gara
menelantarkan anak dan istri pertamanya, Ruhut mendapat terguran tertulis dari
Badan Kehormatan (BK) DPR. Teguran BK diteruskan ke Fraksi Demokrat.
·
Siswa SMA Seruni
Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta. Mereka mengalami kekerasan oleh kakak
kelasnya.
3.
Pasal 28 C
·
Setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kese-jahteraan umat
manusia.
·
Setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk mem-bangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
contoh kasus :
·
Pemberian
bimbingan belajar kepada anak-anak kurang mampu didaerah terpencil
·
Pemanfaatan lcd
oleh guru/dosen dalam pemberian mata pelajaran
·
Banyak masyarakat
menderita akibat penggusuran tanah oleh pemerintah
4.
Pasal 28 D
·
Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
·
Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja.
·
(Setiap warga
negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
·
Setiap orang
berhak atas status kewarganegaraan.
contoh kasus :
·
Banyaknya Kasus
phk oleh perusahaan-perusahaan tanpa adanya imbalan sesuai kontrak kerja
·
Seorang anak yang
dilahirkan oleh kedua orangtuanya yang berkewarganegaraan berbeda,sang ayah
berkewarganegaraan Indonesia dan ibunya berkewarganegaraan inggris,maka status
kewarganegaraan anak itu adalah Indonesia.
·
kasus penculikan
yang terjadi pada tahun 1984-1998 yang mengakibatkan 23 korban dan terjadi
peristiwa penghilangan secara pakssa oleh militer terhadap para aktifis pro
demokrasi.
5.
Pasal 28 E
·
Setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
·
Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
·
Setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
contoh kasus :
·
Banyaknya pelajar
Indonesia yang lebih memilih study-nya di luar negeri.
·
Maraknya kasus
pembakaran tempat beribadah.
·
Simpang siurnya
aliran-aliran islamiyah di Indonesia dan banyaknya penolakan-penolakan aliran
baru..
6.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
contoh kasus :
·
Kasus penyimpanan
situs porno nazril ilham melalui media internet ,sehingga cepat menyebar luas
keberbagai penjuru.
·
Penggunaan
website sebagai tempat berbagi informasi.
·
Maraknya pemuda
yang menggunakan bbm sebagai alat komunikasi pertama.
7.
Pasal 28 G
·
Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
·
Setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
contoh kasus :
·
Kasus penculikan
gadis oleh sutradara dengan adanya iming-iming akan dijadikan artis terkenal.
·
Kasus
penganiayaan dan pembunuhan tki di Malaysia.
·
Kasus pemerkosaan
oleh supir angkot dijakarta terhadap penumpang wanitanya.
8.
Pasal 28 H
·
Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
·
Setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
·
Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat.
·
Setiap orang
berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
contoh kasus :
·
Perluasan
pelayanan kesehatan di daerah-daerah terpencil.
·
Adanya
efektifitas program pemerintah dengan mengadakannya rumah murah bagi masyarakat
yang kurang mampu segi ekonominya.
·
Lambannya proses
hukum terhadap tersangka pembunuhan di Malaysia
9.
Pasal 28 I
·
Hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kemer-dekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
·
Setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
·
Identitas budaya
dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
·
Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah.
·
Untuk menegakkan
dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan.
contoh kasus :
·
Klaim budaya oleh
Negara tetangga, Malaysia.
·
Kasus lumpur
lapindo yang tak kunjung selesai.
·
Kasus pelecehan
seksual dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh WNA terhadap TKW Indonesia.
10. Pasal 28 J
·
Setiap orang
wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
·
Dalam menjalankan
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
contoh kasus :
·
Kasus irsyad
manji dalam kampanye legilasi dan penghalalan praktek lesbi.
·
Kasus
kriminalisasi terhadap direktur walhi Sulawesi selatan oleh mapu ida Sulawesi
selatan.
·
Kasus pernikahan
sejenis .
DEMOKRASI
A.
Perkembangan
Demokrasi secara Umum
Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari
bahasa Yunani “demokratia” yang terdiri dari dua kata, yaitu demos = rakyat dan
kratos/kratein =kekuatan/pemerintahan. Secara harfiah demokrasi berarti
kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan negara dengan rakyat sebagai
pemegang kedaulatannya. Perkembangan istilah “demokrasi” sebagai sistem politik
negara merupakan suatu bentuk tandingan bagi bentuk pemerintahan lama yang
bersifat totaliter atau otokratis dan yang otoriter. Sebagaimana kita ketahui
bahwa pemerintahan demokrasi dihasilkan oleh ahli-ahli politik/ketatanegaraan
sebagai jawaban atau jalan keluar untuk mengatasi kemelut yang dialami oleh
masyarakat yang selama ini telah “dipaksa” menerima nilai-nilai dan sikap serta
perilaku budaya yang otoriter (monarki/feodalis). Dalam banyak pengalaman
negara yang menerapkan sistem politik otoriter, rakyat hanya dijadikan objek
pelaksanaan kekuasaan yang pada akhirnya mendatangkan penderitaan dan
kesengsaraan bagi rakyat banyak.
Paham demokrasi yang memberi penekanan pada
pemerintah rakyat mengandung arti bahwa kekuasaan tertinggi dipegang oleh
rakyat. Dengan demikian, perlu kita pahami bahwa istilah demokrasi bertolak
dari suatu pola pikir bahwa manusia diperlakukan dan ditempatkan sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Keinginan, aspirasi, dan pendapat
individu dihargai dan mereka diberikan hak untuk menyampaikan keinginan,
aspirasi, harapan, dan pendapatnya.
Dalam
sistem demokrasi posisi rakyat sederajat di hadapan hukum dan pemerintahan.
Rakyat memiliki kedaulatan yang sama, baik itu kesempatan untuk memilih ataupun
dipilih. Tidak ada pihak lain yang berhak mengatur dirinya selain dirinya
sendiri. Hanya saja, sebagaimana diakui bersama oleh para ilmuwan politik bahwa
ciri utama sistem demokrasi adalah berlakunya dan tegaknya hukum di masyarakat.
Jika hukum tidak berlaku, maka yang terjadi bukanlah demokrasi melainkan
anarki.
Oleh
karena itu, ciri utama sistem demokrasi adalah tegaknya hukum di masyarakat
(law enforcement) dan diakuinya hak-hak asasi manusia (HAM) oleh setiap anggota
masyarakat tersebut. Dengan dua pilar ini, pola hubungan yang lainnya akan
turut terwarnai sebagai sebuah sistem sosial menuju sebuah masyarakat yang
lebih tertib berdasarkan hokum.
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan antara
negara dan hukum di Yunani Kuno yang dipraktekkan dalam kehidupan bernegara
antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Sifat demokrasi yang dipraktekkan pada
waktu itu adalah demokrasi langsung (direct democracy).
Direct democracymerupakan hak rakyat untuk
membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara
berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan efektif karena
Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan
wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil dengan jumlah
penduduk sekitar 300.000 orang. Selain
itu, ketentuan-ketentuan menikmati demokrasi hanya berlaku bagi warga negara yang
resmi saja, sedangkan budak belian, para pedagang asing, perempuan dan
anak-anak tidak dapat menikmatinya. Akhir abad pertengahan muncul
adagium-adagium masyarakat untuk menghidupkan kembali demokrasi sebagaimana
telah dipraktekkan di zaman Yunani Kuno karena masyarakat menganggap tanpa demokrasi
kepentingan-kepentingan masyarakat semakin terabaikan, kebebasan masyarakat
semakin terkekang, di samping pengambilan keputusan hanya terletak pada satu
orang yakni raja, tanpa mempertimbangkan apakah keputusan yang diambil
merupakan aspirasi rakyat atau malah membuat masyarakat semakin menderita.
Di
Inggris, upaya-upaya masyarakat mencapai hasilnya pada tahun 1215 ketika Raja
John Lackland menandatangani perjanjian antara kaum bangsawan dan Kerajaan yang
dikenal dengan “Piagam Magna Charta”. Piagam ini mengaskan jaminan beberapa hak dan hak-hak khusus
(prevelegas) dari para bawahannya. Magna Charta juga memuat dua prinsip dasar,
yaitu :
1. Pembatasan kekuasaan rata
2. Hak Asasi
Manusia lebih penting dari kedaulatan raja (Muktar Mas’oed:1995).
Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Barat
adalah gerakan renaisance dan reformasi. Renaisance merupakan gerakan yang
menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Gerakan ini
lahir di barat karena kontak dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada
pada puncak kejayaan ilmu pengetahuan, seperti ilmuwan Ibnu Khaldum, Al-Razi,
Oemar Khayam, Al-Khawarizmi dan lainnya yang bukan hanya berhasil
mengasimilasikan pengetahuan Parsi Kuno dan warisan klasik (Yunani Kuno)
melainkan berhasil menyesuaikan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai
dengan alam pikiran mereka sendiri.Renaisance merupakan upaya-upaya pemuliaan
terhadap akal pikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan guna melihat hal-hal yang
lebih baik untuk dikembangkan. Salah satu cermatan dalam renaisance adalah
mempraktekkan kembali kehidupan demokrasi, karena adanya anutan kebebasan dalam
bertindak sepanjang sesuai dengan akal pikiran (Azyumardi Azra, 2003:126).
Momentum lain kemunculan kembali demokrasi di barat adalah reformasi
terhadap adanya kekuasaan raja atau pemimpin agama yang dianggap absolutisme
monarchi. Hal ini didasari pada teori rasionalitas sebagai “social
contract” (perjanjian masyarakat) yang
salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul
dari alam (natural law) yang mengandung prinsip yang universal, berlaku untuk
semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan maupun rakyat jelata.Teori
hukum alam merupakan usaha mendobrak pemerintahan absolut dan menetapkan
hak-hak politik rakyat dalam satu asas yang disebut demokrasi (pemerintahan
rakyat).
Dua
filsuf besar yaitu John Locke dan Montesquieu telah memberikan sumbangan yang
besar bagi gagasan pemerintahan demokrasi (pemerintahan rakyat).John Locke dari
Inggris (1632-1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas
hidup, kebebasan dan hak untuk memiliki (live, liberty, and property).
Sedangkan Montesquieu dari perancis (1689-1744) mengungkapkan sistem pokok yang
dapat menjamin hak-hak politik adalah melalui “trias politica” yaitu suatu
sistem pemisahan kekuasaan yaitu
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga unsur tersebut dipegang oleh
organisasi sendiri secara independent atau merdeka.
Pada
kemunculannya kembali di Eropa, hak-hak politik rakyat dan hak-hak asasi
manusia secara individu merupakan tema dasar dalam pemikiran politik, untuk itu
timbul gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintah melalui apa yang dikenal
konstitusi. Pembatasan ini yang kemudian kita kenal dengan konstitusionalisme.
Salah satu ciri negara yang menganut sistem demokrasi konstitusional adalah
sifat pemerintah yang pasif, pemerintah hanya menjadi pelaksana dari
keinginan-keinginan rakyat yang telah dirumuskan oleh wakil rakyat dalam
parlemen, peranan negara lebih kecil dari keinginan rakyat.Carl J. Friedrick
mengemukakan bahwa konstitusionalisme adalah gagasan yang mengatakan bahwa
pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama
rakyat, tetapi tunduk pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi
jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah itu tidak
disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Jika dibandingkan dengan konsep Trias
Politica Mostesqiueu, tugas pemerintah dalam konstitusionalisme hanya terbatas
pada tugas eksekutif, yaitu melaksanakan Undang-Undang yang telah dibuat oleh
parlemen atas nama rakyat. Dengan demikian, pemerintahan mempunyai peranan yang
terbatas pada tugas eksekutif.
Konsep konstitusional abad ke-19 disebut Negara Hukum Formal (klasik).
Pemerintah Welfrafe State diberi tugas membangun kesejahteraan umum dalam berbagai lapangan (bestuurzorg) dengan
konsekuensi pemberian kemerdekaan kepada administrasi negara untuk
menjalankannya. Pemerintah dalam rangka bestuurzoog yang dimaksud diberikan
kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatifnya sendiri, tidak hanya
bertindak atas nama parlemen selama dianggap relevan dan sangat urgensi.
Olehnya itu pemerintah diberikan “Fries Ermessen” atau “Pouvoir discretionnair”
yaitu kemerdekaan untuk turut serta dalam kehidupan sosial dan keluasan untuk selalu
terikat pada produk legislasi parlemen.Konsep Welfrafe State mempunyai tiga
implikasi yang menjadikan peran pemerintah terkadang melewati batas-batas yang
telah diatur dalam konstitusi kalau tidak dicontrol secara baik. Implikasi
tersebut antara lain; adanya hak inisiatif (hak membuat Undang-Undang tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari parlemen), hak legislasi (membuat peraturan
lain yang sederajat dibawah UU) dan “droit function” (menafsirkan sendiri
aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif).
Jadi, dalam perkembangan abad 21
sekarang ini demokrasi ala Welfrafe State dianggap relevan namun perlu ditinjau
dan dikontrol secara berkelanjutan untuk menjaga jangan sampai pemerintah
menyalahgunakan yang bertentangan dengan makna demokrasi sendiri.
B.
Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal
17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui
UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara
rakyat disatu pihak dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara
Indonesia yang duduk di BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari
kenyataan bahwa sebagian terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik
mengikutinya secara langsung di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda),
maupun mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa
dasawarsa sebelumnya, sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang
berkembang di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi
suasana pada saat itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi
telah keluar sebagai pemenang Perang Dunia-II.
Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia
mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi
Liberal), yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas
pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di
Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959. Guna mengatasi konflik yang berpotensi
mencerai-beraikan NKRI tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945,
dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai
dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan
tentang kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun, belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun
dilaksanakannya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam
akibat konflik politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI
pada tanggal 30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden
RI pada tanggal 11 Maret 1968. Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno
sebagai Presiden ke-2 RI menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu
dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwa model
demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama
dibandingkan dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan
sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita
sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23
Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis
disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya
Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru,
sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua
aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan
reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya)
karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di
era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,
khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat
hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan
terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksanakan dibandingkan
dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.
C.
Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi berdasarkan
pelaksanannya, antara lain :
Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 – 1950
)
Tahun 1945 – 1950, Indonesia
masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat
itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh
masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi
kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum
MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh
Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
o
Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislative.
o
Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
o
Maklumat
Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
presidensil menjadi parlementer.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Masa
demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini
peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai
gagal disebabkan :
1)
Dominannya partai politik
2) Landasan
sosial ekonomi yang masih lemah
3) Tidak mampunya
konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1) Bubarkan
konstituante
2) Kembali
ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
3)
Pembentukan MPRS dan DPAS
Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
nasakom dengan ciri:
1. Dominasi
Presiden
2.
Terbatasnya peran partai politik
3.
Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1.
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2. Peranan
Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
3. Jaminan
HAM lemah
4. Terjadi
sentralisasi kekuasaan
5.
Terbatasnya peranan pers
6.
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Terjadinya peristiwa pemberontakan G 30 September 1965
oleh PKI menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru (1966 – 1998)
Pelaksanaan demokrasi orde baru disebut
juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai
dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru
memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I,
II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun, perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini
dianggap gagal. Penyebab kegagalan masa demorasi ini, antara lain:
1. Rotasi
kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2.
Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu
yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan
HAM yang terbatas
5.
Tumbuhnya KKN yang merajalela
6. Sebab
jatuhnya Orde Baru:
7.
Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi)
8.
Terjadinya krisis politik
9. TNI juga
tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
10. Gelombang
demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden.
Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 – Sekarang)
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari
Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis, antara lain
dikeluarkannya:
1. Ketetapan
MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan
No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3. Tap MPR
RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR
RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI
5.
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
6. Pada
Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu
tahun 1999 dan tahun 2004.
Comments
Post a Comment